YAYASAN LEMBAGA KONSUMEN INDONESIA (YLKI)
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia disingkat YLKI adalah
organisasi non-pemerintah dan nirlaba yang didirikan di Jakarta pada tanggal 11
Mei 1973. Tujuan berdirinya YLKI adalah untuk meningkatkan kesadaran kritis
konsumen tentang hak dan tanggung jawabnya sehingga dapat melindungi dirinya
sendiri dan lingkungannya..
Pada awalnya, YLKI berdiri karena keprihatinan sekelompok
ibu-ibu akan kegemaran konsumen Indonesia pada waktu itu dalam mengonsumsi
produk luar negeri. Terdorong oleh keinginan agar produk dalam negeri mendapat
tempat di hati masyarakat Indonesia maka para pendiri YLKI tersebut
menyelenggarakan aksi promosi berbagai jenis hasil industri dalam negeri.
Bidang kegiatan utama lembaga ini adalah perlindungan
konsumen, di samping bidang lainnya seperti kesehatan, air bersih dan sanitasi,
gender, dan hukum sebagai penunjangnya.
Program-program yang telah dilakukan lembaga adalah
advokasi, penerbitan majalah dan pemberdayaan perempuan, lembaga ini juga
banyak mendapatkan bantuan dari berbagai lembaga, antara lain Sekretariat
Negara, Pemerintah Daerah DKI Jakarta, USAID, dan The Ford Foundation.
Lembaga ini merupakan anggota Jaringan Kerja WALHI, YAPPIKA, HIV-AIDS, LM3,
Consumers International, Pesticide Action Network, Health Action, Sustainable
Transportation of Asia Pasific. Wilayah kerjanya berskala nasional.
Lembaga ini memiliki 30 staf tetap, 1 staf tidak tetap, 17 orang tergolong staf
profesional dan 14 orang staf administrasi.
HAK KONSUMEN YANG DILANGGAR OLEH PELAKU BISNIS
Konsumen, sebagai pengguna akhir barang/jasa, berposisi
lebih tinggi dibanding pelaku usaha, sebagai penyedia barang/jasa. Namun, dalam
realitas, hak-hak konsumen sering dimarginalkan. Bukan hanya oleh pelaku usaha,
tapi juga oleh kebijakan negara yang tidak berpihak pada kepentingan konsumen.
Bahkan tidak sedikit kebijakan negara yang justru mereduksi hak-hak dasar
masyarakat konsumen. Itu pada konteks permasalahan makro.
Pada konteks permasalahan mikro, Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia (YLKI) mewadahi dan menjembatani hak-hak konsumen yang dilanggar oleh
pelaku usaha, yaitu menerima pengaduan konsumen.
PEMBAHASAN
Pertama, pengaduan jasa telekomunikasi didominasi oleh
fenomena “perampokan” pulsa oleh operator seluler dan atau content provider
yang berkolaborasi dengan operator seluler. Konsumen tidak berlangganan fitur
tertentu, tetapi pulsa dipotong. Atau, sekalipun berlangganan, ketika konsumen
ingin berhenti (karena merasa dijebak, ditipu), dan telah melalui mekanisme
berhenti berlangganan secara benar (unreg), upaya tersebut sering gagal. Patut
diduga, pihak operator seluler sengaja mempersulit proses “unreg”dimaksud.
Ironisnya, Badan Regulator Telekomunikasi Indonesia (BRTI), yang seharusnya
mempunyai otoritas penuh, toh terbukti tidak mampu berbuat banyak untuk
menjewer operator nakal.
Kedua, jasa perbankan. Persoalan klasik yang membelit
konsumen perbankan adalah masalah kartu kredit. Pengaduan yang dominan adalah,
selain masalah debt collector yang acap melakukan tindakan premanisme kepada
konsumen, adalah konsumen yang tidak mampu membayar tagihan kartu kredit. Kasus
gagal bayar boleh jadi merupakan kesalahan konsumen sebagai nasabah bank. Namun
hal ini lebih dipicu oleh longgarnya pihak bank dalam menerbitkan kartu kredit.
Ketiga, pengaduan perumahan, mayoritas seputar keterlambatan
serah-terima rumah, sertifikasi, mutu bangunan yang tidak sesuai, informasi
marketing yang menyesatkan, serta tidak adanya fasilitas umum dan sosial.
Bahkan masih banyak pengaduan perumahan yang amat ekstrem, yaitu pembangunan
rumah tidak terealisasi. Ada saja alasan pihak developer yang gagal membangun
rumahnya, mulai dari terganjal perizinan (IMB, amdal), hingga kesulitan ekonomi
yang mengakibatkan developer jatuh pailit.
Berikut ini adalah hak yang sering dilanggar pelaku bisnis
1. Hak atas kenyamanan
2. Hak untuk memilih
3. Hak atas informasi
4. Hak untuk didengar pendapat dan
keluhannya
5. Hak untuk mendapat pendidikan
6. Hak untuk tidak diperlakukan secara
diskriminatif
7. Hak untuk mendapatkan ganti rugi
8. Hak yang diatur dalam
perundang-undangan lainnya
CONTOH KASUSU YLKI
Contoh 1 :
beritawmc.com-JAKARTA: Ketua Umum Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia (YLKI) Tulus Abadi meminta manajemen Lion Air diaudit, menyusul
kecelakaan pesawat Lion Air di Bali, Sabtu (13/4/2013) pukul 15.35 WITA.
"Regulator harus audit managemen Lion Air. Yang tidak
kalah pentingnya, pihak lion Air harus memberikan ganti rugi kepada setiap
konsumennya yang ikut dalam penerbangan itu, secara Optimal. Seperti yang
dicantumkan dalam UU Konsumen No 8 tahun 1999," katanya dalam pesan
singkat, Sabtu (13/4/2013), pukul 19.45.
Tulus menduga, murahnya harga tiket pesawat yang ditawarkan
membuat Lion Air membatasi pengeluaran untuk operasional penerbangan, yang
akhirnya membahayakan Konsumen.
"Saya juga takutnya karena biaya tiket yang murah, lalu
pihak penerbangan membatasi kebutuhan dari penerbangan, seperti membatasi bahan
bakarnya," jelasnya.
Selain itu, YLKI meminta Komite Nasional Keselamatan
Transportasi(KNKT) untuk segera melakukan investigasi penyebab jatuhnya Lion
Air di laut Bali, dan mengumumkannya ke public
Diketahui, sore tadi pesawat Lion Air jenis Boeng 737-800 NG
rute penerbangan Bandung-Denpasar jatuh di laut, dekat Bandara Ngurah Rai.
Seluruh penumpang yang berjumlah 101 orang dan 7 awak pesawat dinyatakan
selamat. Sementara pesawat yang dikemudikan pilot Captain M Ghazali kondisinya
patah di bagian ekor.
Contoh 2 :
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia (YLKI) menegaskan pemerintah seharusnya tak perlu membuat aturan dua
harga BBM bersubsidi. Pasalnya, konsumen sesungguhnya sudah setuju dengan
kenaikan harga BBM.
"Konsumen itu sebenarnya sudah tak masalah dengan harga
naik," tegas Ketua Pengurus Harian YLKI Sudaryatmo saat dihubungi ROL,
Senin (15/4). Namun, ujar dia, pemerintah saja yang membuat seolah-olah
menaikkan harga sangat berisiko karena politik.
Alasan pemerintah yang selalu menuding kelompok miskin akan
terkena dampak besar dari kenaikan BBM, juga tak berdasar. Karena, berdasarkan
penelitian, YLKI mencatat 60 persen pendapatan kelompok miskin justru lebih
banyak dihabiskan ke makanan bukan ke BBM bersubsidi. "Pemerintah tinggal
mengatur teknisnya saja, bagaimana agar kenaikan BBM bersubsidi tak
mempengaruhi makanan. Itu kan tugas mereka bagaimana mengendalikan harga,"
jelasnya.
Lagipula, aturan dua harga BBM bersubsidi memang tetap tak
akan efektif untuk mengendalikan konsumsi BBM. Soal infrastruktur yang harus
disiapkan misalnya, bakal membuat aturan berjalan lamban. "Paling tidak,
waktu untuk menyiapkan infrastrukutr itu tiga bulan," katanya.
Tidak dilarangnya sepeda motor menggunakan BBM bersubsidi
juga akan menjadi masalah lain, mengingat kelompok ini menggunakan BBM
bersubsidi 50 persen lebih. "Artinya kalau mobil pribadi saja dibatasi
tapi motor tidak, ya sama saja," tegasnya. Berapa volume BBM bersubsidi
yang akan dihemat juga belum jelas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar