Hak-hak
Konsumen
Sesuai dengan Pasal 4
Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK), Hak-hak Konsumen adalah :
Hak atas kenyamanan, keamanan dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
Hak untuk memilih barang dan/atau
jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar
dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
Hak atas informasi yang benar,
jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
Hak untuk didengar pendapat dan
keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
Hak untuk mendapatkan advokasi,
perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara
patut;
Hak untuk mendapat pembinaan dan
pendidikan konsumen;
Hak untuk diperlakukan atau
dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
Hak untuk mendapatkan kompensasi,
ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
Hak-hak yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5
Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
Membaca atau mengikuti petunjuk
informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi
keamanan dan keselamatan;
Beritikad baik dalam melakukan
transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
Membayar sesuai dengan nilai
tukar yang disepakati;
Mengikuti upaya penyelesaian
hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
YAYASAN LEMBAGA KONSUMEN
INDONESIA (YLKI)
Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia disingkat YLKI adalah organisasi non-pemerintah dan nirlaba yang
didirikan di Jakarta pada tanggal 11 Mei 1973. Tujuan berdirinya YLKI adalah
untuk meningkatkan kesadaran kritis konsumen tentang hak dan tanggung jawabnya
sehingga dapat melindungi dirinya sendiri dan lingkungannya..
Pada awalnya, YLKI berdiri karena
keprihatinan sekelompok ibu-ibu akan kegemaran konsumen Indonesia pada waktu
itu dalam mengonsumsi produk luar negeri. Terdorong oleh keinginan agar produk
dalam negeri mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia maka para pendiri
YLKI tersebut menyelenggarakan aksi promosi berbagai jenis hasil industri dalam
negeri.
Bidang kegiatan utama lembaga ini adalah
perlindungan konsumen, di samping bidang lainnya seperti kesehatan, air bersih
dan sanitasi, gender, dan hukum sebagai penunjangnya.
Program-program yang telah
dilakukan lembaga adalah advokasi, penerbitan majalah dan pemberdayaan
perempuan, lembaga ini juga banyak mendapatkan bantuan dari berbagai lembaga,
antara lain Sekretariat Negara, Pemerintah Daerah DKI Jakarta, USAID, dan The
Ford Foundation.
Lembaga ini merupakan anggota
Jaringan Kerja WALHI, YAPPIKA, HIV-AIDS, LM3, Consumers International,
Pesticide Action Network, Health Action, Sustainable Transportation of Asia
Pasific. Wilayah kerjanya berskala nasional.
Lembaga ini memiliki 30 staf tetap, 1 staf tidak tetap, 17 orang
tergolong staf profesional dan 14 orang staf administrasi.
HAK KONSUMEN YANG DILANGGAR OLEH
PELAKU BISNIS
Konsumen, sebagai pengguna akhir
barang/jasa, berposisi lebih tinggi dibanding pelaku usaha, sebagai penyedia
barang/jasa. Namun, dalam realitas, hak-hak konsumen sering dimarginalkan.
Bukan hanya oleh pelaku usaha, tapi juga oleh kebijakan negara yang tidak
berpihak pada kepentingan konsumen. Bahkan tidak sedikit kebijakan negara yang
justru mereduksi hak-hak dasar masyarakat konsumen. Itu pada konteks permasalahan
makro.
Pada konteks permasalahan mikro,
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mewadahi dan menjembatani hak-hak
konsumen yang dilanggar oleh pelaku usaha, yaitu menerima pengaduan konsumen.
PEMBAHASAN
Pertama, pengaduan jasa
telekomunikasi didominasi oleh fenomena “perampokan” pulsa oleh operator
seluler dan atau content provider yang berkolaborasi dengan operator seluler.
Konsumen tidak berlangganan fitur tertentu, tetapi pulsa dipotong. Atau,
sekalipun berlangganan, ketika konsumen ingin berhenti (karena merasa dijebak,
ditipu), dan telah melalui mekanisme berhenti berlangganan secara benar
(unreg), upaya tersebut sering gagal. Patut diduga, pihak operator seluler
sengaja mempersulit proses “unreg”dimaksud. Ironisnya, Badan Regulator Telekomunikasi
Indonesia (BRTI), yang seharusnya mempunyai otoritas penuh, toh terbukti tidak
mampu berbuat banyak untuk menjewer operator nakal.
Kedua, jasa perbankan. Persoalan
klasik yang membelit konsumen perbankan adalah masalah kartu kredit. Pengaduan
yang dominan adalah, selain masalah debt collector yang acap melakukan tindakan
premanisme kepada konsumen, adalah konsumen yang tidak mampu membayar tagihan
kartu kredit. Kasus gagal bayar boleh jadi merupakan kesalahan konsumen sebagai
nasabah bank. Namun hal ini lebih dipicu oleh longgarnya pihak bank dalam
menerbitkan kartu kredit.
Ketiga, pengaduan perumahan,
mayoritas seputar keterlambatan serah-terima rumah, sertifikasi, mutu bangunan
yang tidak sesuai, informasi marketing yang menyesatkan, serta tidak adanya
fasilitas umum dan sosial. Bahkan masih banyak pengaduan perumahan yang amat
ekstrem, yaitu pembangunan rumah tidak terealisasi. Ada saja alasan pihak
developer yang gagal membangun rumahnya, mulai dari terganjal perizinan (IMB,
amdal), hingga kesulitan ekonomi yang mengakibatkan developer jatuh pailit.
Berikut ini adalah hak yang
sering dilanggar pelaku bisnis
1. Hak atas kenyamanan
2. Hak untuk memilih
3. Hak atas informasi
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya
5. Hak untuk mendapat pendidikan
6. Hak untuk tidak diperlakukan secara
diskriminatif
7. Hak untuk mendapatkan ganti rugi
8. Hak yang diatur dalam perundang-undangan
lainnya
CONTOH KASUSU YLKI
Contoh 1 :
beritawmc.com-JAKARTA: Ketua Umum
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi meminta manajemen Lion
Air diaudit, menyusul kecelakaan pesawat Lion Air di Bali, Sabtu (13/4/2013)
pukul 15.35 WITA.
"Regulator harus audit
managemen Lion Air. Yang tidak kalah pentingnya, pihak lion Air harus
memberikan ganti rugi kepada setiap konsumennya yang ikut dalam penerbangan
itu, secara Optimal. Seperti yang dicantumkan dalam UU Konsumen No 8 tahun
1999," katanya dalam pesan singkat, Sabtu (13/4/2013), pukul 19.45.
Tulus menduga, murahnya harga tiket
pesawat yang ditawarkan membuat Lion Air membatasi pengeluaran untuk
operasional penerbangan, yang akhirnya membahayakan Konsumen.
"Saya juga takutnya karena
biaya tiket yang murah, lalu pihak penerbangan membatasi kebutuhan dari
penerbangan, seperti membatasi bahan bakarnya," jelasnya.
Selain itu, YLKI meminta Komite
Nasional Keselamatan Transportasi(KNKT) untuk segera melakukan investigasi
penyebab jatuhnya Lion Air di laut Bali, dan mengumumkannya ke public
Diketahui, sore tadi pesawat Lion
Air jenis Boeng 737-800 NG rute penerbangan Bandung-Denpasar jatuh di laut,
dekat Bandara Ngurah Rai. Seluruh penumpang yang berjumlah 101 orang dan 7 awak
pesawat dinyatakan selamat. Sementara pesawat yang dikemudikan pilot Captain M
Ghazali kondisinya patah di bagian ekor.
Contoh 2 :
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menegaskan pemerintah seharusnya tak
perlu membuat aturan dua harga BBM bersubsidi. Pasalnya, konsumen sesungguhnya
sudah setuju dengan kenaikan harga BBM.
"Konsumen itu sebenarnya
sudah tak masalah dengan harga naik," tegas Ketua Pengurus Harian YLKI
Sudaryatmo saat dihubungi ROL, Senin (15/4). Namun, ujar dia, pemerintah saja
yang membuat seolah-olah menaikkan harga sangat berisiko karena politik.
Alasan pemerintah yang selalu
menuding kelompok miskin akan terkena dampak besar dari kenaikan BBM, juga tak
berdasar. Karena, berdasarkan penelitian, YLKI mencatat 60 persen pendapatan
kelompok miskin justru lebih banyak dihabiskan ke makanan bukan ke BBM bersubsidi.
"Pemerintah tinggal mengatur teknisnya saja, bagaimana agar kenaikan BBM
bersubsidi tak mempengaruhi makanan. Itu kan tugas mereka bagaimana
mengendalikan harga," jelasnya.
Lagipula, aturan dua harga BBM
bersubsidi memang tetap tak akan efektif untuk mengendalikan konsumsi BBM. Soal
infrastruktur yang harus disiapkan misalnya, bakal membuat aturan berjalan
lamban. "Paling tidak, waktu untuk menyiapkan infrastrukutr itu tiga
bulan," katanya.
Tidak dilarangnya sepeda motor
menggunakan BBM bersubsidi juga akan menjadi masalah lain, mengingat kelompok
ini menggunakan BBM bersubsidi 50 persen lebih. "Artinya kalau mobil
pribadi saja dibatasi tapi motor tidak, ya sama saja," tegasnya. Berapa
volume BBM bersubsidi yang akan dihemat juga belum jelas.
Undang-Undang Anti Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat
1. Pengertian
Pengertian Praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek
monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha
yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau
jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat
merugikankepentingan umum.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5
Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi
dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu
pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti
Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu
pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan
dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu
sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat
merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti
Monopoli.
2. Azas dan Tujuan
Dalam melakukan kegiatan usaha di
Indonesia, pelaku usaha harus berasaskan demokrasi ekonomi dalam menjalankan
kegiatan usahanya dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku
usaha dan kepentingan umum.
Tujuan yang terkandung di dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, adalah sebagai berikut :
1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan
efisiensi ekonomi nasional sebagai salah
satu upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif
melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat, sehingga menjamin adanya
kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha
menengah, dan pelaku usaha kecil.
3. Mencegah praktik monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha.
4. Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam
kegiatan usaha.
3. Kegiatan yang dilarang
Bagian Pertama Monopoli Pasal 17
(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat. (2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap
melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a. barang dan atau jasa yang
bersangkutan belum ada substitusinya; atau
b. mengakibatkan pelaku usaha
lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang
sama; atau
c. satu pelaku usaha atau satu
kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar
satu jenis barang atau jasa tertentu.
Bagian KeduaMonopsoni Pasal 18
(1) Pelaku usaha dilarang
menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau
jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga
atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satu
kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar
satu jenis barang atau jasa tertentu.
Bagian Ketiga Penguasaan Pasar
Pasal 19 Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik
sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa:
a. menolak dan atau menghalangi
pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar
bersangkutan;
b. atau mematikan usaha
pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 21 Pelaku usaha dilarang
melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang
menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa yang dapat
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Bagian Keempat Persekongkolan
Pasal 22 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur
dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 23 Pelaku usaha dilarang
bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha
pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 24 Pelaku usaha dilarang
bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau
jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik
dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.
4. Perjanjian yang dilarang
1. Oligopoli
Adalah keadaan pasar dengan
produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau
seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.
2. Penetapan harga
Dalam rangka penetralisasi pasar,
pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain :
a. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh
konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama ;
b. Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang
harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh
pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama ;
c. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
untuk menetapkan harga di bawah harga pasar ;
d. Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau
memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah
daripada harga yang telah dijanjikan.
3. Pembagian wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah
pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
4. Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang untuk
membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku
usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam
negeri maupun pasar luar negeri.
5. Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi
harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.
6. Trust
Pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk
gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan
mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan
anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas
barang dan atau jasa.
7. Oligopsoni
Keadaan dimana dua atau lebih
pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas
barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.
8. Integrasi vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi
sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa
tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau
proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
9. Perjanjian tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang
menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali
barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
10. Perjanjian dengan pihak luar
negeri
Pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
5. Hal-hal yang Dikecualikan
dalam Monopoli
Hal-hal yang dilarang oleh
Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
1. Perjanjian-perjanjian tertentu
yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang terdiri dari:
(a) Oligopoli
(b) Penetapan harga
(c) Pembagian wilayah
(d) Pemboikotan
(e) Kartel
(f) Trust
(g) Oligopsoni
(h) Integrasi vertikal
(i) Perjanjian tertutup
(j) Perjanjian dengan pihak luar
negeri
2. Kegiatan-kegiatan tertentu
yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai
berikut :
(a) Monopoli
(b) Monopsoni
(c) Penguasaan pasar
(d) Persekongkolan
3. Posisi dominan, yang meliputi
:
(a) Pencegahan konsumen untuk
memperoleh barang atau jasa yang bersaing
(b) Pembatasan pasar dan
pengembangan teknologi
(c) Menghambat pesaing untuk bisa
masuk pasar
(d) Jabatan rangkap
(e) Pemilikan saham
(f) Merger, akuisisi, konsolidasi
6. Komisi Pengawasan Persaingan
Usaha
Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk
memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
7. Sanksi dalam Antimonopoli dan
Persaingan Usaha
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah
satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan
hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan
sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa
saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU
Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi
administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48
menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam
Pasal 49.
Pasal 48
(1) Pelanggaran terhadap
ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal
19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya
Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya
Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda
selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2) Pelanggaran terhadap
ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal
24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya
Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000
(dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda
selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3) Pelanggaran terhadap
ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya
Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000
(lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3
(tiga) bulan.
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal
10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam
Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; atau
b. larangan kepada pelaku usaha
yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk
menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan
selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c. penghentian kegiatan atau
tindakan tertentu yang menyjavascript:void(0)ebabkan timbulnva kerugian pada
pihak lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam
UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa
yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana
Online shop
Online shop adalah kegiatan jual
beli yang dilakukan melalui media internet. Melalui online shopping pembeli
dapat melihat berbagai produk yang ditawarkan oleh pembeli melalui web yang
dipromosikan oleh penjual. Online shopping memungkinkan kedua pembeli dan
penjual untuk tidak bertatap muka secara langsung, sehingga hal ini
memungkinkan penjual untuk mendapat pembeli dari luar negeri (internasional).
Ada beberapa media yang dapat
digunakan untuk melakukan online shopping, seperti notebook, komputer, ataupun
handphone yang tersambung dengan layanan akses Internet. Di Indonesia online
shopping mulai mengalami perkembangan yang cukup pesat. Kita dengan mudahnya
dapat menemukan situs-situs yang menjual ponsel, buku, butik, makanan bahkan
alat-alat elektronik yang menjual secara online.
Penjual dapat memasarkan
produknya secara online dengan berbagai macam media, seperti blog, situs web,
dan situs jejaring sosial. Blog merupakan sarana online shopping yang cukup
diminati oleh masyarakat karena blog merupakan layanan gratis bagi para
penggunanya. Namun, online shooping melalui media blog ini cukup beresiko
karena cukup sulit untuk mengetahui reputasi dari si penjual.
Media kedua yang cukup diminati
adalah situs web. Ada beberapa tipe dari situs web online shopping, ada yang
menyediakan web lokal maupun web internasional. Pada dasarnya online shopping
melalui situs web ini lebih tepercaya karena ia telah memiliki situs resmi dan
lebih mudah dicari di mesin pencari seperti google.
Akan tetapi, situs jejaring
sosial seperti facebook dan twitter adalah media yang paling ramai digunakan
oleh masyarkat Indonesia. Selain karena tidak ada biaya yang dikenakan untuk
menggunakan media ini, tidak diperlukan pengetahuan IT (Teknologi Komputer)
yang dalam untuk dapat mengoperasikannya. Penjual akan mengunggah barang yang
ia tawarkan kemudian disebarkan melalui pesan atau fitur photo sharing. Pada
dasarnya, bentuk ini mirip katalog yang disebarkan di media cetak per bulan,
bedanya kali ini disebarkan melalui internet dan dapat diupdate kapan saja.
sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar